Minggu, 24 Oktober 2010

Siapa Pahlawan Perekonomian?

Salam sukses! Sebetulnya salam itu dari jenis yang paling tidak saya suka. Saat masih kuliah dulu, saya sangat anti terhadap orang-orang beraliran Successman dan Bussinessmen. Dimata saya, mereka itu orang-orang yang hidupnya hanya didedikasikan untuk mencari keuntungan dan keuntungan. Lainnya: no way! Topik pembiacaraan mereka tidak akan jauh dari: kiat-kiat berusaha, memulai usaha dari nol, rahasia sukses CEO, dan sebagainya. Muak sekali, padahal masih banyak persoalan yang butuh digarap oleh otak cerdas mereka. Kalau bertemu dengan orang seperti itu sudah pasti kutinggalkan dia ngoceh sendiri.

Usaha kecil dan menengah (disingkat: UKM) selama krisis 1998 menjadi basis perekonomian yang tahan banting. Dibanding bentuk usaha besar yang sangat tergantung dengan perbankan, UKM mampu melewati badai krisis dengan elegan. Itu mengapa di Indonesia yang perekonomiannya disokong kuat oleh UKM tidak banyak terjadi gejolak di tingkat bawah. Berbeda dengan di negara-negara maju dimana industrinya menjadi tulang punggung perekonomian dari tingkat atas hingga bawah. Mereka sangat kewalahan mengahadapi badai krisis finansial saat itu.

UKM menjadi sangat tahan terhadap badai krisis finansial disebabkan ia tidak terikat kuat pada sistem perbankan. Sebagian besar modal mereka tidak didapatkan dengan meminjam bank, akan tetapi merupakan modal sendiri atau patungan. Sehingga saat banyak bank digoyah krisis keuangan, mereka tenang-tenang saja. Bahkan, UKM tetap mampu menghidupi dan menyediakan lapangan pekerjaan waktu itu, meskipun sedikit menurun.

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang menghadapi permasalahan yang sama dengan kebanyakan negara-negara berkembang lainnya. Tingkat pengangguran masih menjadi beban perekonomian di dalam negeri. Setahu penulis, tingkat pengangguran di Indonesia belum terselesaikan dengan tuntas sampai dengan saat ini. Selain penyediaan lapangan kerja yang meningkat dari tahun ke tahun, persoalan rendahnya kualitas SDM juga menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintahan terpilih. Dengan menyusun formula regulasi yang tepat, pemerintah dapat memaksimalkan sarana yang sudah ada. Perbankan sebagai sarana penyedia modal menjadi sasaran utama yang butuh digarap untuk meningkatkan perekonomian, khususnya tingkat bawah.

Memang sudah tepat fungsi perbankan sebagai pendistribusi modal. Menjadi jembatan di antara empunya duit dengan orang-orang yang butuh duit untuk usaha. Akan tetapi saya menyayangkan perbankan selama ini hanya menjadi money bussiness, kurang tertanam semangat mengambangkan perekonomian tingkat bawah. Jadi, hanya pengusaha-pengusaha besar saja yang bisa menikmati layanan jasanya. Tidak terkecuali bank syariah, yang pada awal kemunculannya digadang dapat mendamaikan antara agama dan sistem perbankan. Pada kenyataannya sistem bagi hasil hanya kedok untuk menghindari riba, padahal kalau dicermati tampak bagi hasil sama dengan bunga fix rate bank konvensional yang ditetapkan di depan.

Cukup lama pindah-pindah menjadi pegawai, saya merasakan ada semacam kejenuhan dalam diri. Tugas-tugas yang diberikan kantor semakin hari semakin saya rasakan sebagai penjara yang membatasi saya untuk berkreatifitas, mengembangkan bakat dan memuaskan kesenangan. Saya yakin ini banyak juga dirasakan oleh banyak pegawai-pegawai kantoran lainnya. Memang tidak mudah untuk lepas dari jerat kenyamanan semu ini. Butuh keberanian untuk keluar darinya. Dan, sebagian besar dari kita lebih memilih bertahan sambil mengumpulkan sisa-sisa tenaga dan semangat untuk tetap dalam zona aman itu. Alih-alih akan mendapat penghidupan yang lebih layak, bisa-bisa kita akan menjadi pengangguran tak tahu juntrungannya, begitu mungkin pikir kita.

Atas dasar kebosanan yang mendera, akhirnya saya memberanikan diri untuk segera meninggalkan zona aman sebagai pegawai kantoran. Harus ada resolusi sebagai jalan keluar mengakhiri hari-hari yang membosankan di tempat kerja. Keputusan sudah bulat untuk memulai usaha sendiri secara mandiri. Beberapa alternatif usaha telah siap untuk didiskusikan dengan kawan-kawan seperjuangan.


Atas dasar cinta Tanah Air saya mengajak kepada kawan-kawan pembaca untuk segera memulai usaha sendiri. Bisa dengan modal sendiri dari hasil menabung uang gajian atau dengan cara patungan dengan teman. Bukan didasari dengan motif tunggal mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tapi untuk mengembangkan kreatifitas dan bakat. Serta, meningkatkan kualitas waktu kita yang seharusnya diisi dengan berbagai aktifitas menyenangkan. Kepada orang-orang dengan usaha sendiri ini, saya berani menyebutnya sebagai: pahlawan perekonomian!

Pada akhir tulisan ini saya ingin mengucapkan kepada pembaca sekalian: selamat berjuang!


~Ato Urroichan~

4 komentar:

  1. tiap orang berjuang dengan caranya sendiri.

    tulisan mas jamal pas banget sama tema saya minggu lalu. kemarin ngajuin proposal PKMpenelitian ke DIKTI tentang pendugaan masa simpan produk makanan khas Bogor. tujuan kami sebenernya bukan untuk menang PIMNAS atau dapet penghargaan pembiayaan PKM, tapi kami berpikir : UKM pasti kurang memiliki hubungan dekat dengan pihak akademisi. jangankan ngukur masa simpannya, ngukur kandungan gizi skala Lab aja kayaknya...ga mungkin. need cost and networking, right?
    yah mungkin ini sedikit niat kontribusi dari anak pangan.
    insyaALLAH penelitian yg bermanfaat bagi kemaslahatan umat, Pencapaian kolektif (Alhamdulillah saya dapet tim yg solid dan sevisi-misi, i'm proud of them.:D)

    BalasHapus
  2. selamat berjuang degan penelitiannya.. semua dimulai dari hal kecil..

    BalasHapus
  3. ojok stress ngunu tah tok...hidup mahasiswa!

    BalasHapus