Rabu, 12 Mei 2010

Pasar Bebas (Bebas buka lapak dimana saja)

Meninggalkan sejenak isu terlibatnya seorang jenderal polisi dalam makelar kasus, saya ingin mengajak kita semua untuk sejenak mengalihkan kesadaran pada pasar bebas yang baru-baru ini diberlakukan antara negara-negara ASEAN dengan Cina. Kejadian ini sempat membuat panas suhu politik dalam negeri. Kalangan elit yang menolak perdagangan bebas bersama mahasiswa, pengusaha kecil dan buruh saling beradu argumen dengan pemerintah dan para pendukung pasar bebas. Demo yang makin sering digelar di pusat dan daerah, juga acara talkshow tv yang membicarakan pasar bebas dapat dengan jelas memperlihatkan kepada kita bahwa ini adalah persoalan serius. Pihak yang mendukung pasar bebas berdalih bahwa ini adalah kesempatan emas bagi pengusaha dalam negeri untuk meningkatkan daya saing di pasar global. Sedangkan pihak yang menentang pasar bebas berpendapat bahwa pengusaha kita belum siap dalam banyak hal, alih-alih akan meningkatkan daya saing, pengusaha kita akan banyak yang gulung tikar, pengangguran akan semakin meningkat. Tapi, perdebatan itu segera berakhir karena bersamaan dengan kasus Bank Century yang semakin dekat dengan Rapat Paripurna DPR. Dengan segera pula panggung debat pindah ke diskusi-diskusi kecil di kampus dan warung kopi.

Tidak ada seorangpun yang mampu meramalkan dan menjamin ramalannya akan terjadi. Pertanyaan apakah pasar bebas akan mampu meningkatkan, atau malah, menurunkan daya saing produk dalam negeri, tentu tidak dapat kita generalisir untuk semua sektor produksi. Yang jelas, diberlakukannya pasar bebas berarti seperti tidak ada batas antar negara dalam hal perdagangan. Inilah fenomena yang sering kita dengar sebagai borderless market. Siapapun bisa menjual dagangannya dimana saja tanpa terbebani biaya ekspor impor. Ini mampu menegangkan persaingan di negara tujuan.

Liberalisme selalu akan menyebabkan terjadinya korban bagi pengusaha kecil juga bukan ramalan yang tanpa dapat kita perhitungkan. Korban pengusaha kecil akan bertambah-tambah dengan adanya permainan pasar tidak sehat, yang, tentu saja oleh pengusaha besar. Dengan modal besar, produsen asal luar negeri akan dengan mudah mempermainkan pasaran, mempermainkan harga, mengendalikan tren produk dan banyak modus lagi untuk mematikan produsen dalam negeri. Dan, bagaimana pula kalau hal itu diperparah dengan penyelenggaraan pemerintahan yang korup, kita tidak akan mampu membayangkan dampaknya.

Jika produk-produk luar negeri mulai membanjiri pasar dalam negeri nantinya, sepertinya pengusaha kecil hanya bisa bertahan di balik undang-undang standar dalam negeri untuk barang asal luar negeri. undang-undang inilah yang selama ini ditawarkan pemerintah melindungi pengusaha kecil kita. Mengenai efektifitasnya akan kita buktikan nanti.

Untuk mengendalikan produk-produk asal luar negeri yang akan membanjiri pasar nasional segera setelah diberlakukannya pasar bebas ASEAN-Cina, kita membutuhkan sebuah pertahanan yang kokoh. Membayangkan akan terjadi perang, kita membutuhkan pertahanan di garis depan perjuangan. Begitu pula dengan perang produk, kita membutuhkan pertahanan yang kuat, bukan di pelabuhan tempat produk asal luar negeri dibongkar, akan tetapi di dalam ruang kesadaran kita. Ini menjadi beban kita semua sebagai anak bangsa. Bukan hanya kementerian terkait saja, akan tetapi setiap individu yang sadar akan dampak pasar bebas terhadap industri kita yang belum juga mapan ini, untuk segera mengkhotbahkan: ”Gunakan Barang Produksi Dalam Negeri”. Saya kira hanya cara itu yang paling masuk akal saat ini. Bukankah dulu kita mampu mengusir penjajah dari negeri ini? Saatnya Nasionalisme di dada kita yang bicara!

~Ato Urroichan~


1 komentar: